![]() |
Goodreads |
Judul: Underwater
Penulis: Marisa Reichardt
Alih Bahasa: Mery Riansyah
Editor: Ayu Yudha
Desain Sampul: emsn32
Penerbit: Spring
Tahun Terbit: 2017
Halaman: 330 hlm
ISBN: 9786026044341
Genre: Young Adult, Realistic Fiction, Mental Illness
Rating-ku: 4🌟🌟🌟🌟/dari 5🌟
Blurb:
Memaafkanmu
akan membuatku bisa memaafkan diriku sendiri.
Morgan
tidak bisa keluar dari pintu depan apartemennya, rumah yang dia tinggali
bersama ibu dan adik laki-lakinya. Gadis itu merasa sedang berada di bawah air,
tidak mampu naik ke permukaan, tidak mampu bertemu dengan teman-temannya, tidak
mampu ke sekolah.
Saat
Morgan kira dia tidak bisa menahan napasnya lebih lama lagi, seorang cowok
pindah ke sebelah rumahnya. Evan mengingatkannya pada laut yang asin, dan
semangat yang dia dapatkan dari berenang. Mungkin, Evan adalah bantuan yang dia
butuhkan untuk terhubung kembali dengan dunia luar....
First Impression
Kepingan
blurb di ataslah yang pertama kalinya menarik perhatianku untuk novel ini.
Awalnya, aku tidak ada ekspektasi apa-apa (akhir-akhir ini memang tidak punya
ekspektasi berlebih untuk bacaan tertentu karena kebanyakan yang kubaca adalah
karya debut) sampai aku mulai membaca bab awal novel ini. Enggak kerasa aja
udah dapat beberapa halaman. Ringan, tapi sekaligus menyimpan muatan yang berat
dan menarik dan membuat penasaran sejak awal. Meskipun aku sudah menebak garis
besar ceritanya (dan ternyata tebakanku benar, yay!), yang membuat aku terus
membacanya hingga akhir adalah benar-benar penasaran dengan endingnya.
Sebagian
diri Morgan Grant akan mengingatkan kita (mungkin) pada diri kita sendiri yang
berada di tengah stress, depresi dan frustrasi saat mengalami kejadian buruk.
Sebagian diri Morgan Grant berbagi denganmu tentang hal-hal yang tak sanggup
kamu bicarakan dengan orang lain kecuali dirimu sendiri. Dia juga mencoba
menunjukkan bahwa dia masih memiliki kekuatan saat keadaan membuatnya harus
bertindak demi orang-orang yang dicintai. Meskipun jika itu artinya kita harus
memberanikan diri menghadapi ketakutan terbesar.
The Title
Underwater
adalah judul yang sangat merepresentasikan cerita, karakter utama sekaligus
konflik yang di hadapi. Pemilihan premis-premis ceritanya juga pas dan cocok
sekali untuk mendukung cerita. Ini penting, karena judul buku yang baik
menurutku adalah judul yang ketika kita selesai membaca buku tersebut, akan
membuat kita menarik benang merah dari semua komponen cerita. Underwater
memiliki itu dan cukup berhasil.
The Cover
Wah,
jangan ditanya lagi. Aku selalu suka sampul-sampul buku dari Penerbit Spring.
Selain penerbit ini cukup mampu mempertahankan sampul asli (terutama trilogi ‘To
All The Boys I’ve Loved Before’, aku nunggu buku ke-3nya nih), mereka juga
membuat sampul-sampul buku lainnya dengan apik dan punya ciri khas. Good job, untuk ilustrator Penerbit
Spring! Aku
termasuk pembaca yang mau enggak mau menilai buku dari sampulnya karena
menurutku, itu penting untuk identitas suatu karya. Sayang banget kan kalau
buku bagus tapi sampulnya enggak? Atau kalau bisa mempertahankan sampul asli
novel terjemahan, kenapa harus menggantinya dengan risiko mengurangi ciri khas
bukunya? Beberapa sampul dan buku itu sudah sangat iconic dan melekat
(contohnya saja cover asli ‘The Fault in Our Stars’, seri ‘The Lunar
Chronicles’, dll.) Dan, sampul Underwater ini akan menambah koleksi buku
bersampul biru cantik di rak bukumu!
The Story Idea
Ide
cerita yang diusung Marisa Reichardt ini realistic sekali. Cocok jika buku ini
termasuk genre realistic fiction. Konflik-konflik yang dimunculkan bukan
berarti hal biasa saja seperti kejadian sehari-hari. Hmmm, apa ya? Aku enggak
mungkin spoiler di sini karena kalian takkan tahu kejutannya nanti. Jadi, kalau
kalian ingin membaca sesuatu yang pelik dan realistis, suatu konflik di mana
tidak cukup banyak menimpa orang lain tapi masuk akal dan bisa terjadi di dunia
nyata, maka coba bacalah novel ini.
Plot & POV
Dengan
plot beralur maju dan sudut pandang orang pertama yang diceritakan oleh Morgan
Grant. Kisah ini membawa kita secara langsung dalam jarak paling dekat, untuk
memahami kondisi seorang gadis yang tidak mampu keluar dari rumahnya. Mengapa?
Dan apa penyebabnya sampai melangkahkan kaki keluar begitu susah untuk Morgan
Grant? Kalian akan memahaminya begitu membaca buku ini. POV 1 di buku ini
berusaha dikemas sesuai dan semendekati mungkin untuk mewakili karakter tokoh
seperti Morgan yang menghadapi masalah ‘tidak bisa keluar rumah itu’.
The Characters
Morgan
Grant adalah tipe anak pertama perempuan yang merasa bertanggung jawab untuk
keluarganya seperti pada umumnya. Namun, kondisi dirinya sendiri yang tidak
memungkinkan hal itu. Dia justru merasa menjadi beban untuk keluarganya. Dia
juga tipe anak ayah, yang dulu sangat dekat dengan ayahnya. Perkembangan
karakter Morgan bergerak naik dan turun, sesuai dengan konflik yang
dimunculkan. Dalam artian positif, dia juga bergerak ke arah positif. Inilah
yang kusukai dari novel ini. Meskipun punya tema yang bersinggungan dengan mental
illness, ia mampu memberikan kesan dan pesan positif.
Yap,
tapi karakter favoritku di sini justru Ben, adik Morgan yang berusia 6 tahun.
Aku seringnya suka dengan side-kick yang posisinya jadi adik yang entah
dengan caranya sendiri menggemaskan.
The First Act – 1/3 Part
Bab-bab
di buku ini pendek-pendek. Itulah sebabnya terasa ringan dan cukup page-turner.
Bagian awalnya juga dimunculkan petunjuk-petunjuk yang langsung mengarahkan
cerita. Jadi tidak membuang-buang waktu dengan info-dump enggak penting.
Penulisnya mengeksekusi cerita dengan cukup efektif.
The Second Act – 2/3 Part
Di
pertengahan, ceritanya semakin menarik untuk diikuti. Konfliknya saling
berkelindan.
The Third Act – 3/3 Part
Penyelesaian
ceritanya cocok banget dengan premis cerita. Pendek kata, ketika kamu yang
menjadi masalahnya, maka kamulah yang juga harus menyelesaikannya. Dan dalam
kondisi Morgan, keberanian yang sangat besar dan sulit didapat sangat
diperlukan, lho.
The Ending
Bukan
masalah ending, tapi buku ini mengajarkan tentang berproses.
Best part, Best Structure Sentence, Best Quotes
Bagian
bab, kalimat, kutipan terbaik dari novel ini adalah...
“Aku
selalu menyayangimu. Bahkan ketika rasanya sakit. Bahkan ketika kau tidak ada.
Bahkan ketika aku cemas kau telah melupakan siapa diriku. Aku selalu
menyayangimu.” – Morgan Grant (hlm. 323)
Sedikit
tapi memuat segala hal yang ingin Morgan ungkapkan pada seseorang. Siapa dia?
Aku tantang kalian membaca buku ini, dan mampukah kalian memiliki perasaan yang
sama seperti Morgan kepada orang yang Morgan tuju dengan kalimat itu. Bukan,
ini bukan soal cowok. Eh, tapi memang soal cowok. Tapi bukan soal yang seremeh
pacar. Sekali lagi, siapa yang dimaksud Morgan itu? Temukan sendiri. Nah,
mampukah kalian berada di posisi Morgan? Hiks.
Writing Hacks From ‘Underwater – Marisa Reichardt’
Senapas
dengan buku sebelumnya yang aku baca dan resensi, ‘Holding Up The Universe’,
novel ini memuat tema yang dulu jarang kutemukan pada novel-novel young-adult
dan remaja. Yaitu, tema yang menyinggung psikologi dan mental illness.
Kulihat semakin banyak bermunculan novel-novel seperti ini sekarang. Bacaan
seperti ini makin sering muncul baik dari penulis dalam negeri dan luar negeri.
Memang sudah saatnya, menambahkan nilai lebih pada literasi dewasa-muda dan
remaja. Tidak melulu berkutat pada hal-hal yang sebatas persaingan dan
percintaan. Kurasa perlu makin banyak cerita YA atau remaja yang mengangkat
tema keluarga dan pengembangan diri.
Selain
tema, writing hacks yang aku peroleh dari buku ini adalah bagaimana kita
membungkus karakter dengan ciri dan kondisi tertentu serealistis mungkin. Bagaimana
dengan segala kondisi karakter itu, apa yang tertuang di tulisan bisa mewakili
dan senyata mungkin.
Jawaban
pertama tentu saja riset. Risetlah jika kalian belum tahu banyak tentang
kondisi karakter yang ingin kalian tulis. Jika kalian menulis karakter yang
memiliki kondisi prosopagnosia seperti Jack Masselin (Holding Up The
Universe) atau Morgan Grant (Underwater) dengan kondisi post-trauma dan
masalah keluarganya, maka cari tahu seluk beluk kondisi itu dengan baik. Bahkan
kalau memungkinkan, akan lebih matang riset itu saat kita bisa berinteraksi
langsung dengan orang yang memiliki kondisi yang serupa.
Jangan
sampai apa yang ditulis hanya berdasarkan judgement/penilaian kamu
sendiri atas hal yang kamu tulis. Itu akan enggak adil buat orang yang
menghadapi masalah yang sama (jika dia membaca tulisanmu). Dan dangkal.
Beberapa
kali aku pernah membaca di platform menulis daring, ada cerita-cerita
yang mencoba memuat isu-isu mental illness atau perilaku menyimpang. Dan
justru kesan dari cerita itu masih tertulis kasar, mentah dan bersifat
menghakimi. Bukan mewakili secara utuh dan objektif hal yang masih sangat
mengandung pro-kontra itu.
Dan
lebih parah lagi (dari cerita on-line platform yang kutemukan),
masalah kompleks seperti ini seolah dijadikan bahan ‘lelucon’ atau sekadar
memuaskan cerita, membuat seru cerita tanpa benar-benar mempertimbangkan
bobotnya untuk mendukung jalan cerita. Dan (semoga tidak benar) biar banyak
yang tertarik? Oke, mungkin tema ini memang menarik...tapi tidak jika ditulis
asal-asalan.
Karena
itulah, riset yang mendalam itu penting. Nah, sekarang mau bilang kalau menulis
itu cuma sebatas menuangkan uneg-uneg atau iseng?
Untuk
Literasi Yang Semakin Baik,
Dheril
Sofia.
0 comments