'Holding Up The Universe' & How To Love Yourself
![]() |
Goodreads |
Judul: Holding Up The Universe
Penulis: Jennifer Niven
Bahasa: Inggris
Desain Sampul: Copyright Shutterstock,
2016
Penerbit: Penguin Books
Tahun Terbit: 2016
Halaman: 388 hlm
ISBN: 9780141357058
Rating-ku: 3 🌟🌟🌟 dari/5 🌟
Blurb:
Everyone thinks they know Libby Strout, but no one’s ever
looked past her weight to see who she really is. Since her mum’s death, Libby’s
been hiding, but now she’s ready for high school.
I want to be the girt who can do anything.
Everyone thinks they know Jack Masselin too-sexy, aloof
and too cool for school. But Jack’s swaggering confidence is hiding a secret he
must keep at all costs.
Be charming. Be hilarious. Don’t get too close to anyone.
Then Jack meets Libby. And their worlds change.
Because sometimes when you meet someone, the whole
universe just comes into focus.
First Impression
Tahun
lalu, aku excited banget pas pertama kali tahu buku ini akan rilis.
Selepas baca buku pertama Jennifer Niven, ‘All The Bright Places’ (omaigat, aku
belum bikin reviewnyaaa), aku nunggu-nunggu buku baru penulis ini karena
tema-tema kehidupan remaja dan dewasa-muda yang dia angkat berbeda dari
penulis-penulis teenlit luar negeri lainnya. Setelah tenggelam bersama kisah
Finch dan Violet di ‘All The Bright Places’, dengan masalah hidup-mati mereka,
aku enggak mau melewatkan ‘Holding Up The Universe’, karena aku jujur
bener-bener bosen dengan novel teenlit dalam negeri/luar negeri yang begitu-begitu
aja dari dulu. Yap, Niven menawarkan bumbu tema yang belum pernah aku baca
sebelumnya. Mental illness. Neurological disease. Loss.
This is what I know about loss: It doesn’t get better. (1) You just get (somewhat) used to it. (2) You never stop missing the people who go away. (3) For something that isn’t there anymore, it weighs a ton. – Libby Strout.
The Title
‘Holding
Up The Universe’ memberiku kesan di cerita buku ini terdapat sesuatu yang cukup
berat dan besar untuk ditanggung oleh orang-orang di dalamnya. Menggambarkan
permasalahan yang sedang ditanggung oleh dua tokoh utamanya. Selama membacanya
pun aku menemukan benang merah kaitan antara judulnya dengan konflik-konflik
dan masalah yang dikisahkan. Judul yang cocok dan menarik untuk sebuah cerita.
The Cover
Sampulnya
terlihat simpel dengan warna broken white dengan ornamen bulat-bulat biru. Di antara
ornamen yang tampak seperti titik-titik cat air yang tidak fokus itu justru ada
satu yang bold, utuh berbentuk seperti kelereng. Mengingatkanku pada kalimat
akhir di blurb... Because sometimes when you meet someone, the whole
universe just comes into focus. Desain sampulnya bisa tampak bersahaja,
sederhana, tapi artistik, dan tetap mewakili cerita dan ide dalam buku.
The Story Idea
Pada
dasarnya, Jennifer Niven memiliki ide cerita yang standard untuk novel-novel
remaja. Mengisahkan remaja di masa-masa awal bersekolah, serba-serbi kehidupan
sekolah, remaja lengkap dengan bagian relationshipnya, pacaran, hubungan
keluarga yang kurang baik. Ide cerita HUTU, mempertemukan seorang cewek bernama
Libby dengan cowok bernama Jack di sekolah, segala masalah mereka bertemu pada
satu titik yang membuat mereka enggak hanya saling dekat tapi menguatkan satu
sama lain dan menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.
Plot & POV
Untuk
Plot, novel ini menceritakan hubungan Jack dan Libby secara alur maju-mundur.
Kenapa? Karena ada kejutan tentang bagaimana Jack dan Libby bertemu di masa
lalu, sehingga alur mundur digunakan untuk merunut cerita jauh-jauh hari
sebelum hari H Libby berkonflik dengan Jack.
Sementara
sudut pandang yang digunakan adalah POV 1, masing-masing dari Jack dan Libby
secara bergantian. Baik alur maju atau alur mundurnya ada yang menggunakan pov
Libby dan Jack, mengisahkan kehidupan mereka sebelum dan sesudah kejadian besar
itu terjadi.
The Characters
Biasanya
yang kutahu, novel teenlit kalau ya bukan cowok cakep, jago basket, keren tapi dingin,
cowok cakep ramah, penyayang yang pinter banget, atau gabungan keduanya
dipasangkan dengan cewek kurang beruntung, cupu, atau cewek agak pecicilan yang
badass versus cewek ketua geng yang centil (kayak sinetron). Formula ini sudah
membosankan buatku.
Karakter-karakter
yang dihadirkan Jennifer Niven dibukunya selalu punya masalah internal sendiri.
Masalah yang tidak mudah, yang tidak kecil. Semisal di All The Bright Places,
ada Finch dengan masalah bipolar-nya dan Violet yang menderita depresi selepas
kematian kakaknya. Mungkin kebanyakan pembaca enggan bahkan ogah membaca novel
yang mengangkat tema seperti ini, mencari hiburan ringan dengan novel-novel yang
notabene bertema cinta pertama, persaingan kelas yang bagiku sudah not my cup
of tea. Tapi Holding Up The Universe memiliki karakter yang memang enggak
sesuram Finch dan Violet.
Libby Strout
dikenal sebagai The Fattest Teenager of America karena sempat diliput
oleh media setempat saat dirinya terjebak di dalam rumah sendirian dalam
keadaan cukup mengenaskan karena berat badannya yang overweight. Ya, karakter
Libby memang unik. Dia digambarkan sebagai cewek dengan berat badan di atas
rata-rata remaja normal. Dengan kondisi yang seperti itu, dia sering
mendapatkan perlakuan buruk dari orang-orang disekitarnya. Melihatnya dari
ukuran tubuhnya, bukan melihat sosok gadis di dalam dirinya.
Libby
merasa dunia tidak pernah menginginkan kehadirannya. Tapi
dia sosok yang optimis dan lucu. Bisa nge-dance! Dan bercita-cita jadi dancer
pro. Libby mungkin punya rasa percaya diri yang lebih besar dari ukuran
tubuhnya yang membuatnya bersinar sehingga Jack bisa melihatnya, mengenalinya
sementara seluruh dunia asing untuk Jack.
Sementara
Jack Masselin... Nah, dia punya satu kondisi spesial, peculiar,
dan langka. Prosopagnosia. Suatu keadaan di mana penderitanya tidak
mampu mengenali wajah-wajah orang-orang di sekitarnya yang disebabkan oleh kerusakan
pada bagian otak tertentu. No, dia bukan idiot, bukan terbelakang
mental. Dia cowok keren, disukai banyak orang, baik, dan sexy. Dia hidup
senormal mungkin dengan menyembunyikan fakta bahwa sebenarnya dia sangat
bingung dengan dunia dan orang-orang di sekitarnya. Jack menggunakan
petunjuk-petunjuk seperti ciri-ciri wajah, bentuk rambut, pakaian, suara untuk
mengingat-ingat teman-teman, orangtua dan adiknya.
Ten minutes later, I’m reading everything I can find on prosopagnosia, which leads me to an artist named Chuck Close, neurologist/author Oliver Sacks and Brad Pitt. According to the Internet, they all have face blindness. I mean, Brad Pitt.What if the entire world was face-blind? – Libby (p. 105)
Apa
bahayanya tidak mengenali wajah orang yang kamu kenal? Kamu pasti enggak bisa
jelasin ke pacar kamu, kenapa kamu nyium cewek lain sementara kamu ngira cewek
asing itu pacar kamu. Well, kamu bakal enggak mau dituduh nyulik anak orang
seperti Jack karena mengira anak yang dia bawa itu adiknya. Padahal bukan. Dunia
sangat membingungkan untuk Jack dan Jack-Jack lain di luar sana. Lalu tentang
masa depan, yang terasa sulit dibayangkan akan berjalan mudah bagi penderita
prosopagnosia ini.
The First Act – 1/3 Part
Bagian
awal-awal cerita menceritakan kehidupan Libby dan Jack di masa sekarang tapi
belum juga bertemu. Mereka baru bertemu saat memasuki bagian second arc-nya.
Awalnya agak slow pace and aku sempat bosan karena ‘boom’ momentnya belum juga
terjadi.
The Second Act – 2/3 Part
Hey,
tapi pertemuan Jack dan Libby ini sangat menarik! Begitu masuk moment yang
kumaksud ‘boom’ tadi, aku memutuskan untuk menamatkan novel ini. Yah, sekarang
coba sebutkan cara dua karakter cewek cowok di novel teenlit ketemuan. Di hari
pertama ospek/mos? Ketabrak pas jalan di lorong? Telat upacara bendera bareng? Dihukum
guru BK bareng? Sementara Jack dan Libby bertemu, berkonflik dengan cara yang
enggak bakal kamu sangka deh pokoknya.
The Third Act – 3/3 Part
Masalah-masalah
makin meruncing, keadaan Jack dengan ‘keistimewaannya’, Libby yang lagi-lagi
kehilangan kepercayaan dirinya. Moment-moment menyakitkan... Huh.
The Ending
Nope. I won’t tell a thing.
Best part, Best Structure Sentence, Best Quotes
Waaaah,
banyak banget quote yang bagus tapi tetap berkesan remaja dan enggak
tua-tua kayak petuah kuno. Daan yang penting quotenya enggak galau-galau,
menye-menye yang sok puitis dan bikin mual.
“Sometimes people are just shitty. Sometimes they’re shitty because they’re afraid. Sometimes they choose to be shitty to others before others can be shitty to them. Like self-defensive shittiness.” – Jack (p. 91)
Why don’t they see it? Why doesn’t someone say, ‘Hey, you seem burdened by the world. Let me take that burden for a while so you don’t have to carry it around all the time.’ – Libby (p. 170)
I dig for a while, and it’s peaceful, like I’m the only living soul for miles. But my mind’s not in it. My heart’s not in it. Too much of my life feels like this already—trying to recycle something old into something new and better, disguising someone else’s trash as some fresh, shiny thing. – Jack (p. 175)
It’s okay to be a person. We’re all afraid. We all get hurt. It’s okay to hurt. You’d be so much more likable if you just acted human. – Jack (p. 261)
It’s easy to give everyone what they want. What’s expected. The problem with doing this is you lose sight of where you truly begin and where the fake you, the one who tries to be everything to everyone, ends. – Jack (p. 320)
It’s not moving on, Libbs. It’s moving differently. That’s all it is. Different life. Different world. Different rules. We don’t ever leave that old world behind. We just create a new one. – Libby (p. 370)
Dua
quote di bawah ini yang paling jadi favoritkuuu~~~
As for the rest of you, remember this: YOU ARE WANTED. Big, small, tall, short, pretty, plain, friendly, shy. Don’t let anyone tell you otherwise, not even yourself. Especially not yourself. – Libby (p. 317)
I want you to know I’m rooting for you. – Jack
Buat
yang masih ragu-ragu baca cerita dengan tema serupa ini, yang mungkin kalian
sebut sick lit, mental illness, atau apalah... kalian perlu baca All The Bright
Place dan Holding Up The Universe. Apa lagi yang suka nulis cerita remaja,
kalian bisa menghadirkan tema-tema yang lebih berisi daripada tren novel remaja
pada umumnya. Ciptakan atmosfer membaca baru.
Kenapa rating-nya cuma tiga? Yah, ekspektasiku HUTU akan lebih membuatku terhenyak daripada ATBP. Akan lebih suram atau lebih pelik daripada Finch dan Violet. Yang kedua, karena bagian awal masih terlalu slow dan enggak langsung ke intinya. Tapi 2/3 buku ini sangat worth to read karena kamu bakal paham arti menghargai orang lain dan menyayangi diri kamu sendiri lengkap dengan kelebihan dan kekurangan yang kamu punya. 💛💛💛
Writing Hacks From ‘Holding Up The Universe’
Untuk
WH kali ini aku mau ngomongin soal TEMA.
Seperti
yang sempat aku singgung di atas soal tema cerita remaja yang masih berputar di
sana, aku mencari bacaan yang mampu membungkus tema agak berat menjadi sesuatu
yang enjoyable dan tidak membebani. Aku rasa tema menjadi hal yang harus
dipikirkan ketika ingin menulis atau sedang menulis. Ketika sedang menulis ide
yang muncul begitu saja, ada baiknya kita berpikir sejenak untuk memikirkan
ulang tema apa sebenarnya yang ingin kita angkat atau ingin kita perjelas dalam
tulisan.
![]() |
Goodreads |
Di ‘All
The Bright Places’, Niven berbicara tentang mental illness, depresi dan
keputusan-keputusan hidup-mati yang terjadi pada dua remaja, bagaimana caranya
untuk berdamai dengan diri sendiri dan bagaimana untuk menghargai hidup yang
begitu menyiksa. Di ‘Holding Up The Universe’, dia lagi-lagi memuat hal yang
cukup mengejutkan yaitu sebuah kondisi syaraf langka yaitu prosopagnosia.
Di buku ini dia juga berbicara bagaimana menerima keadaan diri sendiri dengan
kekurangan dan kelebihan yang dimiliki. Menghargai seseorang bukan melalui
penampilan luarnya melainkan jati diri orang tersebut.
Tema
seperti dua novel Jennifer Niven ini masih jarang diminati di Indonesia, belum
banyak kudapati pembaca yang rela waktunya digunakan untuk membaca hal-hal yang
terkesan kelam dan mengajak untuk berpikir sedikit lebih keras dibandingkan
galau. Yap, jujur yang tampak sekarang, pembaca remaja misalnya lebih suka
diajakin galau dengan novel-novel remaja daripada membangun pemikiran. Halah bahasaku.
-___- Yuk, makanya mulailah baca buku yang sekiranya enggak cuma menghibur kamu
tapi ngasih waktu kamu untuk berpikir lebih daripada menghayati kegalauanmu. Galau
jangan dipupuk.
Salam Jangan-Timpuk-Aku,
Dheril Sofia.
0 comments