![]() |
Goodreads |
Penulis:
Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit:
Grasindo
Halaman:
259 hlm
ISBN:
9786023758067
Sinopsis
Pekerjaan
saya memang kedengaran membosankan—mengelilingi tempat yang itu-itu saja, diisi
kaki-kaki berkeringat dan orang-orang berisik, diusik cicak-cicak kurang ajar,
mendengar lagu aneh tentang tahu berbentuk bulat dan digoreng tanpa persiapan
sebelumnya—tapi saya menggemarinya. Saya senang mengetahui cerita manusia dan
kecoa dan tikus dan serangga yang mampir. Saya senang melihat isi tas yang
terbuka, membaca buku yang dibalik-balik di kursi belakang, turut mendengarkan
musik yang dinyanyikan di kepala seorang penumpang... bahkan kadang-kadang
menyaksikan aksi pencurian.
Trayek
saya memang hanya melewati Dipatiukur-Leuwipanjang, sebelum akhirnya bertemu
Beliau, dan memulai trayek baru: mengelilingi angkasa, melintasi dimensi ruang
dan waktu.
First Impression & Aftertaste Reading
Baiklah,
setelah bulan Februari yang aku lalui tanpa membaca satu pun buku dengan beres,
aku akan akhirnya berhasil menyelesaikan satu judul yang awal tahun ini tampaknya
sudah menjadi perbincangan di dunia buku dan penulis sana. Lega sekali, setelah
merasa gen membaca dalam tubuh aku tidak berfungsi akhirnya buku ini menjadi
semacam enzim yang mengaktifkan fungsi aku kembali. Kembali untuk membaca dan ‘membaca’.
![]() |
IG: @sofiadheril |
Namun,
aku baru mulai membacanya tanggal 10 Maret dan selesai 15 Maret. Apa yang
terjadi sejak review buku terakhir aku di blog ini hingga tanggal 10 Maret
2017? Bukan sesuatu yang perlu diceritakan memang, tapi bisa dibilang tidak ada
buku yang membuat aku ‘betah’.
Krisis
itu berakhir sudah setelah selesai membaca Semua Ikan Di Langit (semoga).
Aftertaste reading yang aku rasakan tidak bisa aku ungkap semuanya di sini.
Karena itu sangat bersifat personal. Aku yakin, Semua Ikan Di Langit akan
memberikan dampak dan efek yang berbeda-beda kepada setiap pembacanya yang ‘berhasil’
menangkap isyarat buku ini. Aku tidak bisa bilang aku sudah berhasil, tapi aku
mendapati ini menjadi sesuatu yang akan lebih istimewa jika aku simpan sendiri.
Tetapi,
aku akan tetap mengulasnya, kok.
The Title, Cover, Illustration
Ada
apa dengan Semua Ikan Di Langit? Mengapa Ikan di langit dan bukan di lautan?
Bagi aku yang bosan dengan kenormalan, tentu yang seperti ini yang aku butuhkan
untuk kembali memaknainya menjadi sesuatu yang bisa aku terima dan menjadi ‘kenormalan’
baru. Sampulnya adalah salah satu alasan kenapa aku mau membaca buku Ziggy kali
ini. Setelah kecewa dengan kemiripan (hampir 90%) sampul lama ‘Jakarta Sebelum
Pagi’ dengan buku karya Jandy Nelson ‘I’ll Give You The Sun’, aku cukup
apresiasi pada penggarapan buku ini. Sampulnya memang mencirikan bukunya. Entah
kemiripan sampul buku yang terdahulu itu adalah ketidaksengajaan atau apa pun,
itu juga yang membuat aku menunda membaca karya Ziggy. Dan tentu saja ini
penting bagi penggarap sampul buku, di mana saja. Tolong ya, kalau buat sampul
jangan sembarangan.
Mengetahui
bahwa ilustrasi di dalam buku ini adalah karya Ziggy sendiri tentu saja menjadi
poin alasan tambahan untuk memutuskan buku ini akan masuk buku berilustrasi
yang aku sukai.
The Story Idea
Mungkin
aku paham perasaan para juri Sayembara Novel DKJ 2016 ketika membaca draft buku
ini. Mungkin juga tidak. Seluruh ide, apa yang terjadi dalam buku ini seperti
bukan berasal dari Bumi saja.
The Plot and POV
Kisahnya
di awali saat Saya, sebuah bus dalam kota mendapati dirinya punya trayek
baru selain mengantar orang-orang di darat. Dia melakukan perjalanan penuh
kisah bersama sesosok anak laki-laki yang bus dalam kota itu panggil sebagai Beliau.
Mereka menyelamatkan Nad, seekor kecoa yang terjebak di luar angkasa di
tengah ruang penyiksaan. Mereka melakukan perjalanan melintasi ruang dan waktu,
mereka juga sama-sama hancur dan bersedih di satu waktu.
Sudut
pandang diceritakan secara sudut pandang orang pertama, oleh bus dalam kota
berwarna biru yang bisa mengetahui kisah-kisah manusia lewat kaki-kaki manusia
yang menginjak lantai besinya.
The Characters
Ada
beberapa karakter utama dan pendukung yang memiliki cerita masing-masing, tetapi
aku hanya akan memunculkan tiga yang paling penting (menurutku).
Bus dalam kota. Pemikirannya yang polos, mendamba, dan gerak-geriknya
yang riang mengingatkanku pada seseorang yang berhati seperti akordion, Hans
Hubberman, di buku ‘The Book Thief’ karya Markus Zuzak. Hans Hubbermann tentu
saja manusia bukan bus dalam kota. Tetapi ketulusan dan keriangan mereka
serupa. Aku juga menemukan sebagian kecil diriku pada bus dalam kota ini.
Nad. Kecoa
dari Rusia yang terjebak di ruang angkasa. Bagaimana dia bisa tiba di sana? Dia
akan menceritakan segala pengetahuannya yang bijak dan kritis selama
perjalanannya dengan bus dalam kota dan Beliau. Dia sosok kecoa yang cerdas dan
banyak pengetahuan. Mungkin karena itu pula dia meragukan Beliau.
Beliau. Nah, ini
sulit. Dia selalu melayang di dalam bus. Aku tidak mau menjelaskan tentang
Beliau. Silakan baca sendiri, jika tidak paham tidak apa-apa. Beliau tidak akan
marah (mungkin).
The First Act – 1/3 Part
Saya
salah strategi ketika pertama kali membuka halaman pertamanya. Saya masih
menggunakan logika ‘normal’ yang saya sendiri merasa bosan. Saya sempat
berpikir sedang berbicara dengan kucing yang melihat penuh damba pada ikan
julung-julung. Lalu saya menutup buku ini. Beberapa jam kemudian, saya
membacanya lagi ketika tidak punya pretensi apa-apa. Dan di sinilah saya,
akhirnya bikin review buku setelah tidak berfungsi baik akhir-akhir ini. Bagian
sepertiga pertama menceritakan karakter-karakternya dengan cara unik dan yah
memang karena seluruh isi buku ini unik.
The Second Act – 2/3 Part
Mulai
muncul konflik di antara Saya (bus dalam kota), Nad dan Beliau serta tokoh
lain. Konflik ini yang membuat saya tidak bisa menjelaskan Beliau tanpa
menyuruh kalian membaca buku ini sendiri.
The Third Act – 3/3 Part
Sudahlah,
baca saja sendiri, ya.
Ending
Masih
tanya lagi?
Best part, Best Structure Sentence, Best Quotes
Bagian
terbaik dari buku ini adalah konflik bus dalam kota, Nad dan Beliau di bab ‘Bunga
Bakung Laut’ dan bagimana bus dalam kota melindungi keyakinannya terhadap
Beliau dan semua tanya sesosok bus dalam kota terjawab di bab ‘Tapak Kaki’.
Mengapa Beliau tidak pernah mau menapakkan kakinya dan berbincang-bincang dengan saya? Hlm 239 (Tapak Kaki).
Writing Hacks from Semua Ikan Di Langit
Kesimpulan
saya tentang buku Semua Ikan Di Langit adalah segalanya yang tentang sudut
pandang. Sudut pandang adalah senjata utama untuk menulis. Percaya tidak percaya,
bukan kemampuan berdiksi (bisa diakali dengan rajin mengecek kamus), mengolah
cerita (bisa latihan memainkan plot dengan sering-sering menulis) dan
lain-lain. Bukan juga sudut pandang orang pertama, kedua atau ketiga, melainkan
Sudut Pandang.
Bagaimana
kamu (penulis) memandang segala yang pernah kamu lihat dan ketahui. Bagaimana
kerja pola pikir yang terjadi di dalam kepala. A larger landscape of how you
see the world inside yourself and beyong yourself. Sudut pandang dan cara
pandangmu adalah modal utama untuk menulis. Itu juga yang akan menentukan
seperti apa tulisanmu nanti. Itu yang akan sangat memengaruhi sejauh apa arti
menulis untuk seorang penulis. Semakin luas sudut pandang dan semakin beragam
caramu memandang segala sesuatu (semoga kamu tidak meledak dengan segala
pengetahuan itu), akan banyak hal yang bisa kamu tuliskan dan ceritakan.
Sebagai
penutup, saya berikan empat bintang untuk Semua Ikan Di Langit, satu bintang
khusus kusimpan untuk ikan julung-julung.
0 comments