Rectoverso [April book review]

Antologi adalah genre di bulan April untuk Reight Book Club Read Along. Genre ini merupakan salah satu genre yang jarang aku baca dan tak banyak koleksi buku antologi di rak pribadi. Dan bulan ini aku masih membaca buku dari penulis buku bulan Maret lalu yaitu Dee Lestari. Antologi 11 Cerita Pendek dan kumpulan 11 lagu bertajuk Rectoverso menjadi teman membaca bulan April ini. 


179 halaman
Bentang Pustaka, 2013

Rectoverso adalah kumpulan 11 cerita pendek yang mengangkat tema besar cinta dan segala pernak-perniknya. Dee Lestari juga menyempurnakan kumpulan cerpennya ini dengan sebuah album bertajuk sama dengan bait-bait syair di awal cerita yang dijadikan lagu. Pasti tahu jargon, “Malaikat juga tahu, aku yang jadi juaranya”, kan? Beberapa lagu dari album ini juga sempat menghiasi ruang dengar penikmat musik Indonesia. Rectoverso adalah paket lengkap. Rectoverso tak hanya hadir dalam bentuk kata-kata di dalam buku atau nada-nada dalam lagu, tapi beberapa judulnya diangkat menjadi satu rangkaian kisah dalam satu judul film.Buku, musik dan film betapa lengkap penginderaan untuk sebuah karya.

Sebelas judul cerita pendek di sini mayoritas adalah tentang cinta dan perasaan yang tak tersampaikan yang tak dimengerti. Kesan itu yang terasa sangat kuat dari kisah-kisahnya. Cerpen pertama “Curhat buat Sahabat” mengisahkan perempuan dan laki-laki yang sudah bersahabat lama yang terjebak dalam friendzone stadium akut. :P
Sementara cerpen “Hanya Isyarat” benar-benar seratus persen kisah ngenes mengagumi dan mencinta seseorang dari jauh tanpa bisa menyampaikan perasaannya.

First Impression
Sempat terbit indie sebelum diterbitkan oleh Bentang Pustaka, jujur saya mengenal karya-karya Dee Lestari agak telat. Saya justru mengetahui film Malaikat Juga Tahu dan soundtracknya terlebih dahulu sebelum bukunya. Kesan pertama untuk buku ini tidak sebesar kisah-kisah seperti seri Supernova. Bahkan beli bukunya saja karena waktu itu mau ketemu sama Dee Lestari di acara Coaching yang diadakah Bentang Pustaka di Surabaya.

How did I experience this book
It’s so hard to handle. I think this book is made of all desperated feeling and blues. Dari segi diksi, Dee Lestari amat teliti untuk memanfaatkan ruang kata yang tak sebebas novel. Tak serumit Supernova dan tak seringan Perahu Kertas tapi untuk menikmatinya cukup sediakan secangkir seduhan bubuk rindu dan kegalauan yang mengepul diam-diam dari bilik jantung. 

Charaters
Karakter-karakter di Rectoverso yang paling mengena tentu saja tokoh yang dipanggil Mami dan Abang di cerpen ‘Malaikat Juga Tahu’, tokoh tersebut mewakili dengan begitu sempurna seperti apa itu cinta yang tulus.

Plot
Plot disusun dengan begitu rapi dan bervariasi. Kebanyakan plotnya maju.

POV
Beberap cerpen menggunakan sudut pandang orang pertama dan beberapa menggunakan orang ketiga.

Tema
Cinta dan perasaan yang tak tersampaikan dan tak tergapai.

Quotes
Cerita yang paling aku suka adalah “Hanya Isyarat” dan “Aku Ada”, sementara lagu yang paling favorit adalah lagu “Aku Ada” dan “Malaikat Juga Tahu”. Quotes yang paling mengena adalah…


Mereka yang tidak paham dahsyatnya api akan mengobarkannya dengan sembrono. Mereka yang tidak paham energi cinta akan meledakkannya dengan sia-sia.

Ending
Jujur ending tiap cerita akan ngasih nuansa dan energi yang beda-beda. Ada yang positif tapi juga ada yang bikin tertegun dan merenung. Tapi ada juga yang mungkin bikin bingung seperti cerpen ‘Firasat’.

Pertanyaan
Rectoverso sudah lengkap, ada buku, lagu dan filmnya. Apa lagi yang mau ditanyain, yah? Mungkin kenapa judulnya Rectoverso, itu sih yang sampai sekarang belum terpikirkan olehku.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

logophile • memorabilia of my adventure as a writer, a reader, a translator and a light seeker •

0 comments