Dee's Coaching Clinic Surabaya: Berpikir Kreatif dalam Menulis Fiksi


Adalah mimpi yang menjadi nyata untuk bisa bertemu langsung dan berinteraksi dengan seorang Dewi 'Dee' Lestari. Awalnya saya masih ragu untuk mempercayai bahwa ini benar-benar terjadi. Tanggal 29 Maret 2015, tepatnya di Perpustakaan Bank Indonesia Surabaya, saya melihat sosok nyata penulis idola saya ini. Dalam agenda bertajuk Dee's Coaching Clinic, Mbak Dewi Lestari membuka seluas-luasnya kesempatan bagi yang berkeinginan kuat untuk menulis dan bergelut di dunia sastra untuk berdiskusi seputar dunia penulisan. Ada beberapa poin penting yang dikupas satu per satu di sini yaitu, 1. Berpikir kreatif, 2. Riset menulis, 3. Pemetaan Cerita, 4. Karakter dan beberapa tips menulis ala Dewi Lestari.

Coaching Clinic penulisan ini diawali dengan pembahasan pertanyaan-pertanyaan dari peserta yang sudah dikirimkan melalui e-mail sebelumnya. Hal yang menjadi pondasi coaching clinic kali ini adalah 'berpikir kreatif'. Mbak Dewi Lestari pun memulai diskusi dengan membongkar apa itu berpikir kreatif. Ringkasan tentang isi Dee's Coaching Clinic Surabaya kemarin seluruhnya bersumber dari penjelasan langsung Mbak Dewi Lestari dengan penulisan ulang dan adaptasi sebisa yang saya lakukan.

1. Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif adalah modal dasar bagi seorang penulis. Tapi masih sering kita keliru mendefinisikan apa itu berpikir kreatif. Berpikir untuk harus bikin cerita yang lain dari yang lain akan mengganggu proses kreatif itu sendiri. Menurut Dee Lestari, seseorang yang berpikir kurang kreatif akan hanya berhenti pada dirinya sendiri.

Berpikir kreatif adalah memperluas medan kesadaran diri.


Kita harus mampu menjadi yang bukan kita dan melihat sesuatu bukan hanya dari sudut pandang kita yang biasa. Yang dimaksudkan dengan memperluas medan kesadaran diri adalah sebagai penulis atau kreator kita harus memiliki kemampuan pengamat yang baik. Kemampuan untuk mengamati sekeliling kita dengan memperluas sudut pandang kita itulah modal penting sebelum menulis atau membicarakan tentang teknik menulis. Sejauh manakah dan seluas apakah kita sudah memandang dunia di sekeliling kita? Untuk melatih berpikir kreatif ya kuncinya sering-sering menjadi pengamat.

Sadari berpikir kreatif bukanlah supaya kita beda dengan orang lain. Tapi berpikir kreatif itu supaya kita lebih luas (pemikiran), pengamatan kita lebih jeli dari pengamatan biasa saja. Buat apa cari yang beda? Tapi saya percaya setiap manusia itu unik.

Menulis merupakan aktivitas kreatif dimana si penulis menjadi pusat segalanya. Jadi tanpa bekal berpikir kreatif dan pengamat yang baik, penulis sama halnya tidak memiliki perbekalan untuk menuju cita-citanya untuk menjadi penulis. Setiap manusia (penulis) itu unik, memiliki suara uniknya masing-masing (jati diri dan ciri khas, dengan menulislah kita menggali ke dalam diri kita untuk mengeluarkan keunikan tersebut.

Nah, rasanya kalau cuma bicara teoritis pasti akan mengambang tanpa arah tujuan jelas, ya? Makanya setelah itu, Mbak Dewi mengeluarkan jurus utamanya yaitu: Jadikan yang abstrak sesuatu yang konkrit! Ini penting lho dimiliki oleh yang ngakunya pengen banget jadi penulis tapi masih muter-muter aja di tempat. :p (sama kayak yang nulis).

Punya cita-cita jadi penulis? Hey, itu cita-cita abstrak! Mbak Dewi aja yang jadi kondang gara-gara Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh aja bilang nggak pernah kepengen jadi penulis. Beliau hanya ingin punya buku yang suatu saat duduk manis di rak toko buku. Nah, itu dia! Itu baru namanya cita-cita KONKRIT!

Kita harus benar-benar tahu apa yang mau kita tulis. Nah, kadang masalah tahu apa yang mau ditulis itulah yang masih berbelit-belit tidak tuntas menemukan jawabannya. Coba, tanyakan pada diri sendiri apa yang sampai saat ini mengganggu kita seperti gatal yang tak kunjung selesai? Apa yang benar-benar menyentuh kita dan membuat emosi kita bisa ikut berbicara? Yang terdekat adalah apa yang kita sukai. "Mulailah menulis untuk diri kita sendiri," ujar Mbak Dewi kalem. Tulis apa yang kita suka dan tulislah sesuatu yang ingin kita baca BANGET! Harus kapital!. Dengan mengetahui apa yang mau kita tulis, jurus Konkritkan yang Abstrak pun bisa diterapkan. Menulis adalah latihan otot, mulailah dengan yang kecil dulu, lalu perbanyak porsi menulis dan frekuensi berlatih. Cari ruang dimana kalian bisa nyaman untuk berlatih dan tahu apa yang kalian tulis.

Menerapkan jurus ini dalam menulis, kita akhirnya punya tujuan dan target yang jelas. Kita juga bisa mengukur seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bisa sampai di tujuan dan mendapatkan target sasaran. Itulah gunanya kita punya DEADLINE. 

TIPS MEMBUAT DEADLINE DARI Mbak Dewi Lestari
Misalkan saja kita sudah tahu buku apa yang mau ditulis. Mungkin novel chiclit yang berkisar antara 25.000 kata. Katakanlah dalam seminggu kita punya 5 hari kerja dan dalam satu tahu artinya kita punya kira-kira 250 hari kerja. Jadi setiap hari kita cuma perlu nulis... 25.000/250 = 100 KATA DOANG! Dalam satu tahu kita sudah punya satu buku! CONCRETE THE ABSTRACTS! Jangan terbalik, ya!

Modal penulis ala Dewi Lestari
1. Berpikir kreatif
2. Tekun berlatih
3. Tahu buku apa yang mau ditulis (yang mau dibaca BANGET)
4. DEADLINE
Keempat amunisi yang perlu kita miliki untuk merealisasikan apa itu konkritkan yang abstrak.

2. Riset dalam Menulis
Ada empat macam riset yang bisa kita lakukan saat kita membutuhkan data pendukung untuk tulisan kita yaitu:
1. Riset pustaka + film
2. Riset Internet
3. Wawancara
4. Datang langsung

Sebagai penulis fiksi, kita harus mampu menghadirkan dimensi yang senyata mungkin bagi pembaca tanpa membatas medan imajinasi pembaca. Bagaimana bisa karya-karya Dewi Lestari yang fiksi itu bisa terasa nyata? Kuncinya adalah padukan fiksi dengan sedikit fakta. Itu juga tidak akan membuat tulisan kita terkesan kaku seperti artikel, justru reliable bagi pembaca tanpa mengganggu daya imajinasi mereka. Contohnya adalah setting cerita Partikel di Bukit Jambul. Tidak ada itu yang namanya Bukit Jambul, tapi ketika di sana disebutkan bahwa Bukit Jambul itu dekat Bogor, maka dingdong! Pembaca bisa membayangkan, oh kira-kira dimana dan seperti apa Bukit Jambul itu. Beri ruang bagi pembaca untuk bisa berimajinasi dengan imajinasinya sendiri. Data dari riset yang bersifat untuk mendukung tulisan fiksi kita.


Coffee break dulu, guys! :D



3. Pemetaan Cerita
Obviously, kalau boleh berpendapat inilah salah satu resep rahasia yang dimiliki seorang penulis. Bagaimana mereka mampu memutar imajinasi pembaca dan menggiring pembaca untuk terus membuka halaman berikutnya, yaitu tentu saja dengan pemetaan cerita! Inilah ilustari pemetaan cerita dari Mbak Dewi Lestari yang dengan begitu terbuka dibagikan kepada peserta Dee's Coaching Clinic.
Pemetaan Cerita 3 Babak
 


Babak I: Perkenalan setting, tokoh, clue munculnya konflik dll.
Babak 2: Konflik terjadi, tokoh terlempat dari comfort zone-nya, klimaks
Babak 3: anti-klimaks, masalah terselesaikan dan pertanyaan terjawab

Karena porsi Babak 2 sangat banyak, oleh karena itu biasanya Mbak Dewi membaginya menjadi I, 2a, 2b dan 3. Dalam mengerjakan Intelegensi Embun Pagi (IEP), Mbak Dewi menggunakan empat karton besar untuk peta ceritanya seperti ini:





Pembagian plot dalam pemetaan cerita tersebut sudah jelas sekali, bukan? Satuan terkecil dari cerita adalah adegan (bisa berisi dialog atau narasi). Dengan memetakan seperti itu, beban cerita raksasa di dalam otak kita akan sedikit terangkat. Kita hanya fokus dalam menulis satuan terkecil dari cerita itu yaitu adegan. Ingat bahwa porsi dialog dan narasi harus seimbang!

4. Karakter
Karakter cerita fiksi harus memiliki hal di bawah ini:
a. Habits/Kebiasaan
b. Keistimewaan
c. Kelemahan
d. Melakukan aksi
e. Selfless (ini kualitas karakter yang sering membuat pembaca akhirnya jatuh cinta pada karakter tersebut, karakter yang berkorban demi orang-orang disayanginya tentu menarik simpati pembaca).  

Ini dia beberapa tips menulis yang selama diskusi dibagi oleh Mbak Dewi Lestari.


TIPS MENULIS ALA DEWI LESTARI
  1. Ketika datang ide baru di tengah proses menulis draft lain. Kita simpan ide itu dalam, Mbak Dewi menyebutnya 'Celengan Ide'. Simpan dia di sana dan fokus pada draft yang sedang dikerjakan.
  2. Personifikasi Ide. Kadang sering ide liar menerobos masuk dan meminta perhatian. Jadikan ide sebagai teman atau partner. Katakan padanya untuk bersabar dan menunggu karena masih punya deadline lain. Dengan begitu kita akan disiplin dan fokus dalam menulis. 
  3. Semakin sesuatu itu mau terjadi, semakin menarik tulisan.  
  4. Buat deadline dalam menulis! Yang jelas, bukan abstrak ya... 
  5. Naskah yang baik itu: rapih, memerhatikan EYD, catchy first paragraph. 
  6. Jadikan menulis itu sendiri sebagai hadiah dari proses kreatif. Dengan begitu dalam melakukannya kita tidak takut terbebani. 
  7. Jangan menunggu momen kesamber ide! Disiplinkan diri dalam menulis, maka ide pun akan disiplin mengikuti kita. 
  8. Menulis, menulis saja. Sisanya bonus. 
  9. Konkritkan yang abstrak. 
  10. Creative thinking is expanding our awarness.

Alright! coaching clinic pun harus diakhiri. Jujur, mau bilang sudah puas ya belum. Tapi saya sangat bersyukur dan berterimakasih kepada Mbak Dewi Lestari, Bentang Pustaka, seluruh panitia Dee's Coaching Clinic dan semua rekan-rekan peserta di Surabaya. It's unforgettable moment. Pas dipilih jadi penanya terbaik oleh Mbak Dewi Lestari, cuma bisa bengong dan beberapa detik blank. Ya ampuuuuuun!!! (ups, kata Mbak Dewi 'u'nya nggak usah boros dan tanda tanya cukup satu ajah). Seneng banget sampai gak bisa berkata-kata. I couldn't be more happy than this. Semoga tidak lama lagi bisa dipertemukan lagi, amiiin.

She'll never out of style.
 
Here we go! Para Peserta Dee's Coaching Clinic Surabaya yang gokil! Nice to see you guys! Photo by: Mbak Ina Alasta, the girl in the red veil, on left corner.

Thank you for Perahu Kertas T-shirt. I'll keep it forever. Thank you for everything.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

logophile • memorabilia of my adventure as a writer, a reader, a translator and a light seeker •

1 comments