'Kersik Luai' & Distopia Indonesia

IG @sofiadheril

Judul: Kersik Luai
Penulis: LM Cendana
Editor: Nurti Lestari
Desain Sampul: LM Cendana
Penerbit: Histeria
Tahun Terbit: 2017
Halaman: 508 hlm
ISBN: 978-602-6380-98-2
Genre: Distopia, Fantasi, Indonesian Dystopia
Rating-ku: 🌟🌟🌟🌟/5



Blurb:
Beberapa dekade selanjutnya, Tanah Air memasuki era distopia yang telah dikuasai golongan oligarkis. Seorang manusia buatan, Btari, yang dinyatakan sebagai kloningan gagal hendak dibuang menuju pelosok negeri untuk dijadikan budak. Di tengah perjalanan, helikopter yang ditumpanginya ditembak jatuh di Laut Jawa. Di pesisir pantai, ia ditemukan seorang revolusioner, Nagara, yang mengajarkannya banyak hal. Kemanusiaan, nasionalisme, dan cinta.

First Impression
Penasaran. Sejauh yang kutahu, belum banyak penulis dalam negeri yang menghasilkan karya dari genre distopia, fantasi dan science-fiction. Penasaran adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan saat pertama mengetahui novel Kersik Luai. Dan ketika di Instagram @tourianpeekybook ada event pencarian host untuk book tour buku ini, aku langsung mendaftar dan yay! Terpilih. 

Kersik Luai mencoba mengangkat isu-isu yang erat dengan perubahan budaya yang terjadi di Indonesia di masa depan ketika teknologi sudah menguasai hidup manusianya hingga ke akar. Namun, dibalik itu masih ada orang-orang yang memegang kuat warisan budaya dan adat istiadat pribumi dan mereka yang hanya ingin kesatuan negaranya seperti dulu ketika Bhinneka Tunggal Ika masih dipegang teguh oleh setiap warganya. Selain itu, ide besar cerita ini sangat menarik dan memperkaya sastra kita yang selama ini masih berputar-putar di genre romance. Berbalut science-fiction dan distopia, Kersik Luai mengisahkan tentang keadaan yang bisa berakibat buruk jika sebagai warga Indonesia, kita lupa untuk melestarikan budaya yang menjadi jati diri Indonesia.

The Title
Judul yang menarik. Aku belum tahu sebelumnya tentang apa itu Kersik Luai. Dan ternyata itu sebutan untuk anggrek hitam. Hm, apa maksud anggrek hitam? Baca aja novelnya, yah!

The Cover
Salah satu hal yang akan menjadi pertimbanganku untuk menilai dan memberikan rating bintang untuk buku tentu saja sampul buku tersebut. Sampul Kersik Luai ternyata dilukis sendiri oleh penulisnya! Ini menjadi nilai lebih tersendiri untukku. Sampulnya keren!

Goodreads
The Story Idea
Yang paling membuatku salut pada buku ini adalah ide distopia yang diangkat penulis. Melalui kisah Btari dan Nagara, penulis berusaha mengajak pembaca melihat masa depan Indonesia bertahun-tahun yang akan datang. Dilihat dari sekarang, kekhawatiran kita akan kesatuan negara dan kebhinnekaan sedang diuji akhir-akhir ini. Lalu novel ini menyuguhkan dunia distopia yang merefleksikan kemungkinan buruk apa yang bisa menimpa kita seandainya mulai saat ini kita tidak bersatu padu. Nasionalisme menjadi nyawa untuk ide yang diberikan.

Plot & POV
Menggunakan plot maju dan POV majemuk (POV 3 dan POV 1 dari Btari), kisah yang digambarkan terpusat pada proses Btari menjalani masa pengasingan diri dari negara asalnya yang menganut kehidupan moderen, Waluku. Bersama Nagara dia belajar tentang budaya-budaya yang lama dilupakan oleh orang-orang moderen Waluku. 

Sebagai penggila cerita bertempo cepat dan aktif, aku masih merasa kecepatan cerita atau pace cerita masih lambat untukku. Hal ini subjektif dan tergantung selera baca juga. Dari alur yang agak slow itu, jangan khawatir. Kalian akan dibuai dengan worldbuilding yang penulis coba ciptakan dalam Kersik Luai.

The Characters
Karakter utama cerita ini tentu saja Btari dan Nagara. Saat helikopter yang membawa Btari menuju pengasingkan disabotase pihak yang tidak diketahui, nasib Btari ada di ujung tanduk. Helikopter yang jatuh itu membawa Btari terdampar di Laut Java dan diselamatkan oleh Nagara. Mulailah kehidupan Btari ditampung di rumah Nagara dan di sana dia belajar banyak hal tentang dunia yang sama sekali tidak dia ketahui. Dunia yang penuh kebudayaan asli Indonesia yang ditinggalkan.

Kita belum bisa membayangkan jika Indonesia yang sekarang terpecah menjadi empat bagian dunia, kan? Tentu saja. Tapi jika teknologi dan modernitas membutakan kita dari pelestarian budaya sendiri dan jati diri kita sebagai Bhinneka Tunggal Ika, bukan tidak mungkin masa depan generasi berikutnya harus bernasib pecah seperti yang digambarkan novel Kersik Luai.

Uh, apa hanya konflik politik aja, nih? Jangan salah, di sini kalian akan menemukan kisah manis jatuh cinta. Hahaha. Interaksi Btari dan Nagara ini lucu tapi juga bikin gemas. Hehehe.

The Ending
Aku merasa seolah-olah akan ada sekuel dari cerita ini!

Best part, Best Structure Sentence, Best Quotes

"Sampai kapapun, Btari, manusia tidak akan bisa selaras dan sama." (Kersik Luai - hlm. 353)

Bagiku pribadi, memang kenyataan itu tidak bisa terhindarkan. Seperti sebuah masalah yang tidak bisa terselesaikan. Perbedaan. Jika itu digunakan untuk hal buruk, tentu saja hasilnya akan merusak. Namun, jika perbedaan digunakan untuk menyatukan, tentu saja ada hal yang lebih baik daripada mengadudomba perbedaan. Jika permasalahan perbedaan di antara tiap manusia dijadikan alat pemicu kerusuhan, yah... perpecahan saja yang ada. Kecuali, Unity in Diversity atau Bhinneka Tunggal Ika tetap kita jadikan napas hidup kita.

Kersik Luai mengingatkan kita untuk melihat lebih jauh kemungkinan nasib Bhinneka Tunggal Ika. Nah, tiga bintang untuk ide penulis dan satu bintang khusus untuk torehan lukisan karya penulis sendiri untuk cover novel ini!


Writing Hacks From ‘Kersik Luai – LM Cendana’
Holaaa! Ketemu lagi dengan writing hack Dunia Sofia! Nah, kali ini mari kita bahas apa genre distopia, science-fiction (fiksi ilmiah) dan fantasi dan mengapa masih menjadi minoritas di kalangan dunia sastra dalam negeri.

Apa sebenarnya genre distopia, science-fiction, fantasi itu?

Wikipedia:
Distopia (dari kata Yunani δυσ- dan τόπος, alternatifnya cacotopia,[1] kakotopia, atau anti-utopia) merupakan suatu komunitas atau masyarakat yang tidak didambakan ataupun menakutkan.

Fiksi ilmiah adalah suatu bentuk fiksi spekulatif yang terutama membahas tentang pengaruh sains dan teknologi yang diimajinasikan terhadap masyarakat dan para individual

Berapa banyak, sih, karya dalam negeri dengan genre distopia dan fiksi ilmiah? Aku yakin banyak yang menulis genre ini baik secara pribadi atau di platform menulis online. Berapa banyak yang sudah kamu baca? Yakin banyak sesama penggemar genre distopia dan fiksi ilmiah? Berapa banyak yang sudah diterbitkan? Hmmm...

Salah satu hal yang kurang bergerak dari dunia perbukuan selama ini adalah tingkat minat membaca kita memang rendah dari survei berbagai lembaga internasional maupun nasional. But, it’s time to stop blaming that. Seolah kita menyalahkan orang lain yang tidak gemar membaca. Kegemaran, kan, hak pribadi, ya. Jadi medan baca kita juga bisa dibilang sempit. Dan 90% adalah romance. Nah, mengapa masih genre besar seperti romance yang terus subur?

Banyak yang suka (aku juga suka), checked.
Menghibur, checked.
Mudah kena ke pembaca, karena siapa yang enggak pernah jatuh cinta?, checked.
Hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga, checked. (LOL)

Mayoritas dari kita lebih ingin mencari bentuk hiburan dan penenang untuk kegalauan hati atau justru mencari kisah yang bisa mewakili perasaan cinta. Nah, genre romance menawarkan itu semua. Sementara distopia atau fiksi ilmiah, menawarkan hal-hal yang tidak semua orang bisa menerima selebar membuka tangan untuk genre lain.

Konflik politik, tata negara baru, sains yang tidak semua orang paham... ada di genre distopia dan fiksi ilmiah. Hal-hal yang masih dianggap ‘berat’ oleh sebagian banyak dari kita. Jadi, mau sampai kapan kita melabeli isu-isu yang tidak kalah penting ini ‘BERAT’?

Jangan lama-lama.

Sampai saat di mana kita berani mencoba mencicipi hal baru itu. Terlebih dengan mulai membaca genre ini. Karena kebanyakan genre ini masih ditulis penulis luar, tidak ada salahnya mencoba terjemahannya. Nah, ketika penulis dalam negeri menulis genre ini... tentu saja itu terobosan.

Dari novel Kersik Luai, poin penting dalam menulis yang aku soroti adalah worldbuilding. Ide yang dimiliki penulis cukup menarik dengan membawa Indonesia ke tahun 2075. Ada apa di sana? Keadaan masyarakatnya bagaimana? Apa saja yang berubah? Kesalahan apa yang dibuat orang-orangnya sehingga keadaannya terpecah belah?

Salah satu poin penting dalam genre distopia dan fiksi ilmiah tentu saja worldbuilding tersebut. Jika distopia, maka kita akan lebih mengacu pada kecacatan sistem tata negara baru yang menjadi poros tujuan karakter utama untuk menggulingkannya. Jika itu fiksi ilmiah, maka dunia seperti apa yang terbangun dari pengaruh sains dan teknologi yang diangkat dalam buku tersebut.

Worldbuilding adalah penggambaran dunia secara umum dalam suatu karya fiksi. Bagaimana membangun dunia fiksi itu tergantung pada sejauh apa imajinasi kita menggerakkan cerita. Beberapa trik bisa dilakukan untuk membuat worldbuilding di genre distopia adalah merancangnya terlebih dahulu.

Jika di Kersik Luai, kita diberikan empat wilayah berbeda yang pecah dan memiliki sistem, paham dan jalan hidup yang berbeda (Waluku, Pari, Vrischika, dan Biduk).

Jika di Divergent Series, kita disuguhkan dengan perseteruan Faksi-Faksi yang berbeda (Abnegation, Erudite, Candor, Dauntless, Amity, Factionless).

Jika di The Hunger Games Series, kita diajak menyaksikan pertarungan hidup-mati antar 12 Distrik.

Nah, sekian writing hack kali ini. Agak lebih panjang dari biasanya, nih karena saking semangatnya. Sampai ketemu di buku berikutnya!

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

logophile • memorabilia of my adventure as a writer, a reader, a translator and a light seeker •

1 comments

  1. haloow, great review! aku juga setuju, indonesia butuh lebih banyak penulis genre sci-fi, distopian. sekarang aku juga lagi bikin outline untuk novel debutku dengna genre itu ^^

    BalasHapus