“Terkadang kehidupan menghalangi jalanmu.”
Aku tidak akan pernah menyangka akan terlibat dalam kronik permasalahan
hidup semacam ini bila aku tidak membaca Slammed yang ditulis Colleen
Hover ini. Sungguh bila waktu itu aku tidak memutuskan ikut membaca bersama
Reight Book Club, aku akan melewatkan satu kisah yang ‘berbeda’ dari banyaknya
cerita young-adult romance yang tersaji dalam bentuk novel. Sebelumnya, aku
tahu novel ini dari Riefa-seorang teman sekampus-yang memiliki English
versinya. Ketika Adit memberitahu bahwa Slammed menjadi read-along di RBC,
kuputuskan untuk ikut. Setelah kutanyakan seperti apa novel ini pada temanku
tadi, tanpa berpikir dua kali, aku ingin membacanya.
Oya, ini pertama kalinya aku ikut read-along di RBC, setelah mengintip
beberapa review di blog teman-teman RBC aku menyadari bahwa aku memiliki cara
yang berbeda dalam membuat review buku. Namun kali ini aku menyeragamkannya
dengan gaya RBC. Kuharap aku bisa ikut terus membaca bersama kalian. :’D
Judul: The Truth About Forever
Penulis: Orizuka
Penerbit: GagasMedia
Halaman: 304 hlm
Novel Orizuka ini sebelumnya sudah diterbitkan dan direpackage lagi dengan cover baru. Sebenarnya sudah dari dulu ingin membaca The Truth About Forever, namun karena stok buku lamanya sudah sulit ditemukan di toko-toko buku, akhirnya baru setelah direpackage aku bisa memiliki buku ini. Yang membuatku tertarik dengan novel Orizuka ini adalah taglinenya yang berbunyi, “Kebencian membuatmu kesepian”. Terdengar sangat dalam dan penuh makna.
The Truth About Forever mengisahkan seorang laki-laki bernama Yogas yang mencari seseorang di kota Yogya, seseorang yang sangat penting baginya sehingga dia harus menemukan orang itu. Selama pencariannya Yogas dipertemukan dengan seorang gadis bawel, tetangga kosnya bernama Kana. Kana adalah gadis manis yang memiliki sifat ramah dan hangat, berbeda sekali dengan Yogas yang cenderung tertutup, dingin dan menyebalkan. Ya bisa ditebak kan, apa yang selanjutnya terjadi antara Yogas dan Kana. Kana pun jatuh cinta kepada Yogas dan sepertinya Yogas pun merasakan hal yang sama, namun jangan harap kisah mereka romantis dan berbunga-bunga. Seperti yang dikatakan Yogas, “Kita tidak punya masa depan,”
Judul: Sesuatu Yang Tertunda
Penulis: Sky Nakayama
Penerbit: PlotPoint Publishing
Halaman: 191 hlm
Sudah lama sekali saya tidak mereview buku atau novel, postingan pertama untuk bulan Juni sedikit terlambat nih. Kali ini saya akan mereview novel karya Sky Nakayama yang berjudul Sesuatu Yang Tertunda. Sebelumnya, saya sangat berterimakasih sekali kepada
PlotPoint atas kesempatan menang dalam kuis #YangTertunda sehingga saya bisa memiliki novel ini, saya tidak menyangka sekali karena awalnya hanya coba-coba saja dan ternyata menang! Yay~~
Singkatnya, novel ini bercerita tentang Alina, Aria dan Arian dan masa lalu gadis ini. Gadis ini berhasil menarik perhatian dua kakak-adik, Arian dan Aria dan membuat keduanya jatuh cinta. Namun bukan persaingan untuk mendapatkan Alina yang banyak dikisahkan namun justru betapa mereka ini sering menunda untuk mengutarakan perasaan dan mengatakan apa yang mereka ingin katakan sehingga terjalinlah cerita yang bagiku, duh..kasihan Alinanya. Mau tidak mau aku juga bersimpati sama Alina, merasakan perihnya juga bagaimana rasanya perasaan seolah dipermainkan.
Bahagia itu sederhana, menulis dan menerbitkan buku lalu melihat bukunya berjajar di antara rak-rak buku. Begitulah yang saya rasakan ketika mengetahui Project Dear Papa akan diterbitkan oleh Penerbit Gradien secara luas dan bukan hanya indie-published.
Awalnya bersama mbak
@lalapurwono dan mbak
@MeityIskandar Project Dear Papa ini tercetus. Merupakan salah satu dari proyek menulis dari
Dear Books Project, saya beruntung bisa ikut di sana. Project menulis surat cinta untuk ayah ini juga bertepatan dengan Ulang Tahun Ayah waktu itu, bulan Februari 2011. Saya ingin mempersembahkan sebuah hadiah kecil kepada Ayah. Lalu saya pun menulis surat istimewa tersebut dan mengikutkannya pada Project Dear Papa. Setelah proses penyusunan buku oleh kedua korpro yang luar biasa ini, buku Dear Papa pun tersusun menjadi enam buku yang diterbitkan secara indie lewat
Nulisbuku(dot)com. Surat cinta saya untuk Ayah ada di buku ke tiga.
Dan berita membahagiakan itu datang, bahwa ada sebuah penerbit besar yang berminat untuk menerbitkan buku Dear Papa juga Dear Mama—salah satu project Dear Books lainnya. Rasa haru dan bahagia ketika mendapatkan kesempatan ini. Jadi dari enam buku Dear Papa dipilih lagi surat-surat cinta tersebut sehingga terkumpul lebih dari tiga puluh penulis. Buku Dear Papa akan segera terdistribusi meluas di seluruh Gramedia dan toko buku. Tukarkan 40rb anda dengan kumpulan surat manis yang menyentuh dan kesempatan untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan karena royalti buku ini akan disumbangkan untuk yayasan sosial.
DEAR PAPA - Selalu Ada Cinta Untuk Papa
Judul: Dear Papa - Selalu Ada Cinta Untuk Papa
Penulis : Penulis-penulis Dear Papa Project (Meity Mutiara, Lala Purwono, dkk termasuk saya lhoo.. hehehe)
Penerbit: Penerbiit Gradien
Tahun terbit: 2013
Harga: Rp. 40.000,-
**Royalti dari buku ini disumbangkan ke yayasan sosial, mari baca kisah-kisah ini dan mari berbagi banyak cinta kasih.
Entah perasaaan saya saja atau bagaimana, saya merasa mirip dengan karakter Sophie dari Dunia Sophie, buku novel filsafat karya Jostein Gaarder yang beberapa waktu lalu rampung saya baca. Wajah Sophie dan penggambaran karakternya dari segi fisik membuat saya ingat saya kecil dulu. Rambut tipis lurus yang tidak bisa diapa-apakan, hidung sebesar buah ceri dan bibir yang entah tipis atau tebal. Saya terhenyak ketika mendapati halaman sketsa wajah Sophie.
|
dheril's photo |
Saya ingin sekali merobek dan menyimpan halaman ini, tapi sayangnya itu buku pinjaman dari perpustakaan kampus. Selain itu saya ini sayang banget sama buku, jadi nggak tega mau mencuri selebar saja darinya.
My rating:
5 of 5 stars
“Wisest is she who knows she does not know.” ― Jostein Gaarder, Sophie's World
Langsung saja mari kita menikmati filsafat yang dibalut dengan dongeng yang begitu memikat.
Taman Firdaus—Sophie Amundsen menerima kiriman surat-surat misterius berisi ucapan selamat ulang tahun yang ditujukan kepada gadis bernama Hilde yang tinggal di Lillesland oleh ayahnya dari Lebanon, namun bukan itu saja yang misteri yang dihadapi Sophie. Seseorang berusaha mengajaknya bermain-main dalam dunia pemikiran—filsafat.
Hari demi hari Sophie diperkenalkan dengan filosof-filosof Yunani Kuno Heraclitus, Descrates , Plato, Aristoteles dan lain-lainnya hingga ke masa zamannya sekarang. Dia melalui perjalanan filsafat yang penuh petualangan dalam pemikiran-pemikiran yang sangat menarik oleh para filosof itu. Alberto Knox, guru filsafat misteriusnya itu terkadang membuat dunia Sophie jungkir balik begitu pula Hildegaard dan Ayahnya.
Tidak ada kata-kata lebih lagi, buku ini memikat saya dengan ketebalan 800 halaman. Bukan hanya kisah misteri dan fantasinya, tapi pendalaman filsafatnya begitu mudah diterima awam. Saya pernah belajar Filsafat Umum di semester 5 di matakuliah yang sama. Dan menemukan adanya gambaran yang semakin terang tentang apa yang telah saya pelajari, dan bahkan menemukan beberapa titik terang yang selama ini masih redup di kepala saya.
Madre by
Dee
My rating:
5 of 5 stars
Menyatakan diri sebagai penyuka tulisan Dee membuat saya sangat berdosa ketika baru membaca Madre kali ini dan bahkan saya masih berusaha mengumpulkan sekeping demi sekeping untuk bisa mendapatkan keempat seri Supernova. Beruntung saya dipinjami, lebih tepatnya minta dipinjami, Madre.
Setelah Filosofi Kopi dan Perahu Kertas, Madre terkesan lebih dewasa dan bijak. Mungkin sama seperti Filosofi Kopi, namun Madre menampilkan sisi dewasa dan bijak yang terkesan dengan tema-tema serius. Sementara Filosofi Kopi lebih dinamis dan terkesan ringan tapi tetap bermakna, Madre memberikan kumpulan perenungan dari setiap judul-judulnya. Mungkin itulah salah satu efek pemberian nama Madre yang terdengar begitu menenangkan seperti mendengar suara Ibu.
Dari judul-judul dalam Madre saya pribadi menyukai tulisan Dee yang terakhir, berjudul Barangkali Cinta. Sangat tepat menjadikan ini penutup dari perenungan-perenungan sejak halaman pertama cerpen Madre hingga kisah Christian dan Starla berakhir dengan pelukan bioskop. Madre dan Menunggu Layang-Layang adalah dua cerpen yang saya suka setelah puisi Barangkali Cinta. Madre dengan pergulatan Tansen mengenai keputusannya untuk lepas dari kebebasan yang dia ciptakan sendiri dan mengurungnya. Menunggu Layang-Layang dengan perdebatan antara persahabatan dan cinta, ego, rasio, emosi dan hati nurani.
Sungguh saya tidak bisa bergerak sejak pertama membaca Madre. Sepertinya ada mantra pengikat atau semacam penarik magis sehingga rantai huruf yang membentuk kumpulan kata buah tangan Dee ini menjadi terlalu sayang untuk ditinggalkan barang sejenak. Saya menyukai Madre seperti ketika saya selesai membaca Filosofi Kopi. Ada kesan yang sama, yakni selalu perenungan dan kejelian dalam mendetailkan pengamatan.
Dee, saya belajar banyak dari dia.
View all my reviews
This blog post is dedicated to celebrate Blog Buku Indonesia Anniversary which is book blog My Heaven on Earth rolls a giveaway for the celebration. It is about what book I want to watch as a movie and my thought comes to a sad beautiful tragic The Fault in Our Stars by John Green.
|
The Fault in Our Stars – John Green |
#1 New York Times Bestseller sekaligus Best Young-Adult Fiction Goodreads Choice Awards 2012 ini pasti sudah tidak asing lagi bagi para penikmat novel Young-Adult atau dewasa-muda.
The Fault in Our Stars adalah sebuah novel yang berkisah tentang Hazel Grace, seorang penderita kanker yang memiliki pandangan berbeda tentang hidupnya yang bergantung pada tabung oksigennya. Sebelum dia bertemu dengan Augustus Waters, anak laki-laki yang begitu memikat meskipun pada nyatanya dia hanya punya satu kaki, Hazel Grace cenderung menjalani hari-harinya bersama kanker dengan kemurungan dan hal-hal yang tidak bersemangat. Augustus Waters telah membuatnya merasa bahwa menjadi enam belas tahun yang kemana-mana harus menyeret tabung oksigen di atas troli dan selang pernapasan di mulut dan hidung merupakan hal terindah bagi Hazel. Augustus pula yang mewujudkan keinginan Hazel untuk bisa bertemu dengan penulis favoritnya Peter Van Houten yang malang. Mereka melewati hari-hari penuh kesakitan dan kebahagiaan bersama.